GURU TIDAK SAMA DENGAN A.I
Oleh :
Khairul Fridarmawan, M.Pd.
“Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai suatu upaya untuk memajukan
bertumbuhnya pendidikan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran,
serta tubuh. Tujuan pendidikan sendiri menurutnya terbagi menjadi 3, yaitu
membentuk budi pekerti yang halus, meningkatkan kecerdasan otak, dan
mendapatkan kesehatan badan. Harus kita ketahui bahwa seseorang dengan karakteristik
yang baik tidak hanya unggul dalam bidang akademiknya saja, akan tetapi dari
segi attitude atau etika juga harus
dimiliki. Dengan demikian dalam segala unsur pendidikan harus sangat
diperhatikan terutama kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai
fasilitator di dalam kegiatan pembelajaran, hal ini dikarenakan kegiatan
pembelajaran bukan hanya tentang bagaimana caranya agar siswa dapat menguasai
materi yang disampaikan guru di kelas, melainkan proses pembelajaran yang di
dalamnya mencakup kegiatan interaksi dengan guru, dengan rekan sejawat, dan
kegiatan diskusi untuk mematangkan cara berpikir dalam menyelesaikan masalah
Kecerdasan
dan keterampilan guru dalam membangun suasana yang nyaman di dalam kelas adalah
salah satu faktor penentu dalam terwujudnya kelas yang kondusif dan
menyenangkan. Kecerdasan guru di kelas dalam membaca situasi ini sangat penting
untuk dikuasai karena membuat kondisi kelas yang menyenangkan sangat dibutuhkan
dalam kegiatan pembelajaran untuk membentuk kepribadian yang cerdas secara
intelektual dan emosional, maka dari itu untuk menguasai skill ini diperlukan
guru yang komunikatif secara verbal dan non-verbal.
Selain kecerdasan dan
keterampilan dalam membangun suasana yang nyaman dan menyenangkan di kelas,
seorang guru juga harus menguasai kemajuan teknologi. Apabila ditelaah secara
seksama pesatnya kemajuan teknologi ini seperti pisau bermata dua, di satu sisi
siswa sangat mudah mengakses informasi yang mereka sukai, apapun yang mereka
butuhkan dengan mudah bisa ditemukan di berbagai platform media sosial, bahkan
dengan adanya teknologi A.I lebih mempermudah lagi dalam mengakses informasi
yang kita butuhkan. Akan tetapi dari kemudahan akses ini juga menimbulkan efek
negatif bagi sebagian orang terutama pelajar, yaitu tidak adanya batasan dalam
mengakses konten yang mereka temukan di internet. Hal inilah yang sangat
mempengaruhi kondisi siswa dalam segi etika dan linguistik.
Menurut Sardiman
(2011:144-146), peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai Informator,
Organisator, Motivator, Pengarah/Direktor, Inisiator, Transmiter, Fasilitator,
Mediator, dan Evaluator. Oleh karena itu guru sebaiknya menggunakan media
sosial sebagai elemen pelengkap dalam kegiatan belajar mengajar sekaligus
membimbing siswa agar bijak dalam sosial media. Untuk mewujudkan hal ini,
meningkatkan metode pendidikan, dan menerapkan kompetensi seorang guru
professional merupakan sebuah langkah nyata agar manusia bisa menyeimbangkan
keadaaan, karena guru yang profesional harus berkolaborasi dengan perkembangan
zaman dan teknologi, sesuai dengan tugasnya yaitu melakukan pengembangan materi
pembelajaran yang dikuasai dengan kreatif, melakukan pengembangan
profesionalitas secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan yang reflektif,
menggunakan teknologi dalam berkomunikasi dan melakukan pengembangan diri.
Karena itulah meskipun dengan adanya teknologi A.I, peran guru tidak akan bisa
digantikan karena guru tidak sama dengan A.I.
Di zaman yang sedang kita
jalani sekarang ini, tuntutan dalam memiliki kemampuan dalam menguasai
teknologi betul-betul menjadi sebuah kewajiban. Bagi seorang guru, hal ini
bertujuan agar proses kegiatan belajar mengajar bisa mengkolaborasikan antara
kemampuan pedagogik guru dan penguasaan teknologi sehingga proses penyampaian
materi dan kegiatan pembelajaran menjadi inovatif dan lebih fleksibel,
sedangkan bagi seorang siswa hal ini bertujuan agar materi yang disampaikan
oleh guru menjadi mudah dicerna karena disampaikan dengan lebih inovatif dan lebih relatable dengan teknologi yang mereka
kuasai. Dalam hal ini tentu saja akan lebih baik apabila sumber daya manusia
yang melaksanakan memiliki pengetahuan yang mumpuni.